Makalah Filsafat Umum (Dimensi Ilmu)
MAKALAH
FILSAFAT UMUM
“ Dimensi Ilmu”
Disusun oleh :
Muhammad Hais Latif
Sekolah Tinggi
Ilmu Syariah Wahidiyah Kediri
Ahwal Al
Syakhsyah
Tahun
Ajaran 2016/2017
Kata Pengantar
Segala puji syukur saya
panjatkan kepada ALLAH SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Filsafat Umum yang
berjudul “Dimensi Ilmu”
Shalawat dan salam
semoga tercurah kepada Nabi MUHAMMAD SAW, penulisan ini bertujuan untuk
memahami Politik di Indonesia.
Merupakan suatu harapan
pula, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya untuk
penulis, kritik dan saran dari pembaca akan sangat perlu untuk memperbaiki
dalam penulisan makalah dan akan diterima dengan senang hati. Serta semoga
makalah ini tercatat menjadi motivator bagi penulis untuk penulisan makalah
yang lebih baik dan bermanfaat. Aamiin.
Kediri, 1 April 2017
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul................................................................................................................... i
Kata
Pengantar ................................................................................................................. ii
Daftar
Isi ........................................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................................... 1
BAB
II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Ilmu............................................................................................................ 2
2.2 Dimensi Ilmu ............................................................................................................... 3
2.3 Srukture Ilmu................................................................................................................ 4
BAB
III PENUTUP
2.8 Kesimpulan ................................................................................................................... 8
Daftar Pustaka................................................................................................................... 9
1.1 LATAR BELAKANG
Dalam sejarah perkembangan ilmu, peran Filsafat Ilmu dalam
struktur bangunan keilmuan tidak bisa disangsikan. Sebagai landasan filosofis
bagi tegaknya suatu ilmu, mustahil para ilmuan menafikan peran filsafat ilmu
dalam setiap kegiatan keilmuan.
Selama ini, bangunan keilmuan pada lingkungan akademik
bukan sama sekali tidak memiliki landasan filosofis. Ilmu logika baik logika
tradisonal, yang bercirikan bahasa dan pola pikir deduktif, maupun logika
modern (yang juga dikenal dengan logika saintifika) dengan pola induktif dan
simbol-simbolnya, jelas tidak sedikit peranannya dalam membangun wawasan ilmiah
akademik.[1]
Namun, peran ilmu logika dewasa ini dirasakan tidak mencukupi,
karena beberapa keterbatasan yang ada dalam ilmu tersebut. Terlihat dalam
karakteristiknya, yakni formalisme, naturalisme, saintisme, instrumentalisme.
Karenanya, Filsafat Ilmu dianggap sebagai satu-satunya pola pikir yang bisa
dipertanggungjawabkan.
Berbeda dengan ilmu logika, Filsafat Ilmu menawarkan banyak
pola pikir dengan memperhatikan kondisi objek dan subjek ilmu, bahkan pola
pikir logika sebagai bagian dalamnya. Begitulah urgensi Filsafat Ilmu, baik
sebagai disiplin maupun sebagai landasan filosofis pengembangan ilmu. Untuk
lebih lanjut, dalam pembahasan kali ini akan mengupas lebih tajam tentang
Struktur Ilmu dan pengetahuan Filsafat Ilmu.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apakah
Pengertian Ilmu itu?
2. Apa saja peran
Ilmu?
3. Bagaimana
Dimensi Ilmu?
4. Bagaimanakah
Struktur Ilmu?
1.3 TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari penulisaan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas kelompok dalam matakuliah Filsafat Ilmu. Selain itu, menambah ilmu
pengetahuan kita dalam hal apa itu Struktur Ilmu yang merupakan sebagian kecil
dari Filsafat Ilmu. Lebih lanjut, bahwa dalam hal ini bertujuan sebagai
pentransfer objek dari akarnya ilmu menuju perubahan yang lebih baik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN ILMU
Istilah ilmu atau
science merupakan suatu perkataan yang cukup bermakna ganda, yaitu mengandung
lebih daripada satu arti. Oleh karena itu, dalam memakai istilah tersebut
seseorang harus menegaskan sekurang-kurangnya menyadari arti mana yang
dimaksud. Menurut cakupannya pertama-tama ilmu merupakan sebuah istilah umum
untuk menyebut segenap pengetahuan ilmiah yang dipandang sebagai satu
kebulatan. Jadi, dalam arti yang pertama ini ilmu mengacu pada ilmu seumumnya
(science-in-general).
Arti yang kedua dari ilmu menunjuk pada masing-masing bidang pengetahuan
ilmiah yang mempelajari sesuatu pokok soal tertentu. Dalam arti ini ilmu
berarti sesuatu cabang ilmu khusus seperti misalnya antropologi, biologi,
geografi, atau sosiologi. Istilah inggris ‘science’ kadang-kadang diberi arti
sebagai ilmu khusus yang lebih terbatas lagi, yakni sebagai pengetahuan
sistematis mengenai dunia fisis atau material (systematic knowledgeof the
physical or material word).
Dari segi maknanya, pengertian ilmu sepanjang yang terbaca dalam pustaka
menunjuk pada sekurang-kurangnya tiga hal, yakni pengetahuan, aktivitas dan metode.
Dalam hal yang pertama dan ini yang terumum, ilmu senantiasa berarti
pengetahuan (knowledge). Di antara para filsuf dari berbagai aliran terdapat
pemahaman umum bahwa ilmu adalah sesuatu kumpulan yang sistematis dari
pengetahuan (any systematic body of knowledge). Charles singer merumuskan, ilmu
adalah proses yang membuat pengetahuan, begitu juga dengan John Warfield yang
mengemukakan bahwa ilmu dipandang sebagai suatu proses. Pandangan proses ini
paling bertalian dengan suatu perhatian terhadap penyelidikan, karena
penyelidikan adalah suatu bagian besar dari ilmu sebagai suatu proses.[2]
Oleh karena itu ilmu dapat dipandang sebagai satu bentuk aktivitas manusia,
maka dari makna ini orang dapat melangkah lebih lanjut untuk sampai pada metode
dari aktivitas itu. Dengan demikian pengertian ilmu sebagai pengetahuan,
aktivitas, atau metode itu apabila ditinjau lebih mendalam sesungguhnya tidak
saling bertentangan. Bahkan sebaliknya, ketiga hal itu merupakan satu kesatuan
logis yang mesti ada secara berurutan. Ilmu harus diusahakan dengan aktivitas
manusia, aktivitas itu harus harus dilaksanakan dengan metode tertentu dan
akhirnya aktivitas metode itu mendatangkan pengetahuan yang sistematis.
Dalam literature tentang ilmu dan penelitian terdapat pendapat yang
mengikuti pembedaan James Conant mengenai the dynamic view (pandangan dinamis)
dan the static view of science (pandangan statis tentang ilmu). Pandangan
dinamis mengenai ilmu membahas science sebagai suatu aktivitas, sedang
kebalikannya pandangan statis menguraikan ilmu sebagai systematized information
(keterangan yang disistematiskan).[3]
Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa ilmu adalah rangkaian
aktivitas manusia yang rasional dan kognitif dengan berbagai metode berupa
aneka prosedur dan tata langkah sehingga menghasilkan kumpulan pengetahuan yang
sistematis mengenai gejala-gejala kealaman, memperoleh pemahaman, memberi
penjelasan, ataupun melakukan penerapan.
2.2 DIMENSI ILMU
Perkataan Inggris dimension dapat berarti sifat perluasan (quality of
extension), hal pentingnya (importance), dan watak yang cocok (character
proper) pada suatu hal. Dimensi ilmu mengacu pada perwatakan yang sepatutnya di
anggap termasuk dalam ilmu, peranan atau pentingya ilmu dalam suatu kerangka
tertentu, dan sifat atau ciri perluasan yang dapat ditambahkan pada ilmu
berdasarkan sesuatu pertimbangan. Apabila ilmu dibahas dari sudut salah
satu dimensi, maka merupakan suatu analisis dari sudut tinjauan khusus yang
bercorak eksternal. Untuk keperluan penelaahan terhadap ilmu, sudaut tinjauan
dari arah luar adalah suatu hampiran studi tertentu atau suatu perspektif dalam
analisis. Hampiran atau perspektif ini berasal pertama-tama dari berbagai
cabang ilmu khusus yang mengambil konsep ilmu sebagai sasaran penelaahannya.
Dari masalah diatas, ditemukanlah sejumlah dimensi ilmu yang sejalan dengan
ilmu-ilmu yang bersangkutan, yaitu :
Ilmu ekonomi : dimensi ekonomik dari
ilmu
Hampiran ilmu ekonomi akan melahirkan dimensi ekonomi yang membahas ilmu
sebagai suatu kekuatan produktif yang langsung sebagaimana dianut oleh
negara-negara sosialis.
Linguistik : dimensi linguistik dari
ilmu
Dengan tinjauan linguistik orang dapat memandang ilmu sebagai suatu bahasa
buatan. Misalnya, Charles Morris menyatakan bahwa ilmu adalah suatu bahasa,
yakni sebagai seperangkat tanda-tanda dengan hubungan spesifik tertentu satu
dengan yang lain, dengan obyek-obyek, dan dengan praktek.
Matematik: dimensi matematis dari ilmu
Dimensi ini menekankan segi kuantitatif dan proses kuantifikasi dalam ilmu.
Kelanjutan hampiran matematik yag berlebihan ialah pendapat bahwa apa yag
disebut ilmu hanyalah pengetahuan yang dapat dinyatakan dalam rumus-rumus
matematik.
Ilmu politik: dimensi politik dari ilmu
Dengan hampiran ilmu politik orang akan membahas ilmu dri sudut tinjauan
pemerintahan atau sebagai faktor kekuasaan dalam negara.
Psikologi: dimensi psikologi dari ilmu
Perspektif psikologi telah melahirkan dimensi psikologis dari ilmu.
Misalnya C.H. Waddington yang mngarang buku The Scientific Attitude (1941)
berpendapat bahwa ilmu bukanlah suatu kumpulan muslihat, melainkan suatu sikap
terhadap dunia ini.
Sosiologi: dimensi sosiologis dari ilmu
Dari perspektif ilmiah ilmu belakangan ini dianggapa sebagai sebuah social
institution, sebagai suatu social activity, atau menurut Haberer sebagai suatu
jaringan kebiasaan dan peranan yang menghimpun, menguji, dan menyebarkan
pengetahuan.[4]
Melengkapi dimensi-dimensi ilmu yang berdasarkan hampiran cabang-cabang
ilmu khusus, ada dua dimensi yang bersifat reflektif, abstrak, dan formal
sejalan dengan dua bidang pengetahuan yang bercorak demikian itu. Yaitu dimensi
filsafati dan dimensi logis dari ilmu. Dari sudut tinjauan filsafat maka ilmu
dapat dipandang misalnya, sebagai pandangan dunia, atau nilai manusiawi.
Selain dimensi-dimensi diatas, masih ada dimensi ilmu lain yang tidak
berdasarkan cabang ilmu dan pengetahuan, melainkan berpangkal pada aspek
realitas di dunia ini. Dimensi-dimensi tersebut adalah:
Cultural dimension (dimensi kebudayaan)
Kebudayaan merupakan salah satu segi penting dalam kehidupan manusia. Dari
aspek ini para cendekiawan mengupas science sebagai a cultural force (woolf), a
cultural process (Richter), dan a mode of culture (Elkana).
Historical dimension (dimensi sejarah)
Dari segi sejarah umat manusia ilmu dapat ditinjau sebagai suatu bagian
dari proses historis secara keseluruhan yang berlangsung pada zaman-zaman yang
berbeda dan di tempat-tempat berlainan. Langdon Gilkey mengakui bahwa science
merupakan a historical force of overwhelming significance, shaping the social
existence of mankind in evernew direction (suatu kekuatan historis yang sangat
besar arti pentingnya, yang membangun eksistensi sosial manusia dalam arah-arah
yang selalu baru).
Humanistic dimension (dimensi
kemanusiaan)
Science suatu pengalaman yang dihayati menurut Enrico Cantore merupakan
suatu faktor yang mencetak suatu kepribadian manusia ilmiah. Dalam makna ini
ilmu bersifat humanistik.
Recreational dimension (dimensi reaksi)
Ditinjau dari segi permainan yang menggembirakan atau hiburan yang
menyegarkan dapatlah dipahami beberapa pendapat yang menyatakan science adalah
game. Buzzati Traverso menyatakan ” ilmu adalah suatu permainan; ini dapat
menggembirakan, dapat bermanfaat, dapat berbahaya secara mengerikan. Ilmu
adalah suatu permainan yang ditimbulkan oleh keingintahuan manusia yang ak
tertahankan untuk menemukan alam semesta dan dirinya sendiri, dan untuk
memperbesar kesadarannya akan dunia tempat ia hidup dan bekerja.”
System dimension (dimensi sistem)
Jika memang realitas di dunia ini mengandung banyak sekali kebulatan yang
teratur, maka wajar jika science ditinjau dari segi kebulatan sistem yang
terdiri dari unsur-unsur yang berada dalam keadaan berinteraksi. [5]
2.3 STRUKTUR ILMU
Ilmu dalam pengertiannya sebagai pengetahuan merupakan suatu sistem
pengetahuan sebagai dasar teoritis untuk tindakan praktis (Ginzburg) atau suatu
sistem penjelasan mengenai saling hubungan diatara peristiwa-peristiwa yang
terjadi. Sistem pengetahuan ilmiah mencakup lima kelompok unsur,sebagai
berikut:
Jenis-jenis sasaran
1. Bentuk-bentuk
pernyataan
2. Ragam-ragam
proposisi
3. Ciri-ciri
pokok
4. Pembagian
sistematis
Pertama-pertama mengenai sasaran atau objek pengetahuan ilmiah itu perlu
diberikan penjelasan yang memadai. Setiap cabang ilmu khusus mempunyai objek
sebenarnya yang dapat dibedakan menjadi objek material dan objek formal. Objek
material adalah fenomena dunia yang ditelaah oleh ilmu, sedang objek formal
adalah pusat perhatian dalam penelaahan ilmuwan terhadap fenomena itu.
Penggabungan antara objek material dengan objek formal sehingga merupakan pokok
soal tertentu yang dibahas dalam pengetahuan ilmiah merupakan objek yang
sebenarnya dari cabang ilmu yang bersangkutan. Pembagian objek-objek ini
dikemukakan oleh George Klubertanz. Objek material secara tak menentu dan dalam
keseluruhannya menunjukkan pokok soal suatu pengetahuan (terutama pengetahuan
demonstratif) dalam hubungan dengan proposisi- proposisi yang dapat dibuat
tentangnya.[6]
Aneka fenomena yang ditelaah oleh segenap cabang ilmu khusus banyak
sekali, mencapai ribuan sejalan dengan bertambahnya cabang- cabang ilmu itu.
Suatu penggolongan yang sistematis dapat mengelompokkan segenap objek material
pengetahuan ilmiah menjadi enam jenis, sebagai berikut:
· Ide
abstrak
· Benda
fisik
· Jasad
hidup
· Gejala
rohani
· Peristiwa
sosial
· Proses
tanda
Suatu fenomena ditentukan oleh pusat perhatian ilmuwan menjadi objek
sebenarnya dari suatu cabang ilmu. Kumpulan pernyataan yang memuat pengetahuan
ilmiah dapat mempunyai empat bentuk:
· Deskripsi
Merupakan kumpulan pernyataan bercorak deskriptif dengan memberikan
pemerian mengenai bentuk, susunan, peranan, dan hal-hal terperinci lainnya dari
fenomena yang bersangkutan.
· Preskripsi
Merupakan kumpulan pernyataan bercorak preskriptif dengan memberikan
petunjuk-petunjuk atau ketentuan-ketentuan mengenai apa yang perlu
berlangsung atau sebaiknya dilakukan dalam hubungannya dengan objek sederhana
itu. Bentuk in dapat dijumpai pada cabang-cabang ilmu sosial, ilmu
administrasi,dan lain-lain.
· Eksposisi
pola
Bentuk ini merangkum pernyataan-pernyataan yang memaparkan pola-pola dalam
sekumpulan sifat, ciri, kecenderungan, atau proses lainnya dari fenomena
yang ditelaah.
· Rekonstruksi
Historis
Bentuk ini merangkum pernyataan-pernyataan yang berusaha menggambarkan atau
menceritakan dengan penjelasan atau alasan yang diperlukan pertumbuhan sesuatu
hal pada masa lampau yang jauh lebih baik secara alamiah atau karena
campur tangan manusia.[7]
Pada cabang-cabang ilmu lainnya yang lebih dewasa, selain empat bentuk
pernyataan tersebut terdapat pula proposisi-proposisi yang dapat dibedakan
menjadi tiga ragam, yaitu:
· Asas
ilmiah
Suatu asas atau prinsip adalah sebuah proposisi yang mengandung kebenaran
umum berdasarkan fakta-fakta yang telah diamati. Sebuah prinsip dalam ilmu
sosial misalnya ialah prinsip gaji yang sama yang dapat dijadikan suatu
pedoman yang benar dalam pengangkatan para pegawai dan adminitrasi
penggajian.
· Kaidah
ilmiah
Suatu kaidah atau hukum dalam pengetahuan ilmiah adalah sebuah proposisi
yang mengungkapkan keajegan atau hubungan tertib yang dapat diperiksa
kebenarannya diantara fenomena sehingga umumnya berlaku pula untuk berbagai
fenomena yang sejenis. Conohnya ialah hukum gaya berat yang terkenal dari
Newton dan Boyle dalam ilmu kimia bahwa volume suatu gas berubah secara
terbalik dengan tekanan bilamana suhu tetap dipertahankan sama.
· Teori
Ilmiah
Suatu teori dalam scientific knowledge adalah sekumpulan proposisi yang
saling berkaitan secara logis untuk memberi penjelasan mengenai sejumlah
fenomena. Misalnya, mengenai teori Darwin tentang evolusi organisme hidup yang
menerangkan bahwa bentuk-bentuk yang lebih sederhana dan primitif dalam
perkembangan secara evolusioner sepanjang masa.
Selanjutnya menurut Lachman menyatakan bahwa teori mempunyai peranan
sebagai berikut:
· Membantu
mensistematiskan dan menyusun data maupun pemikiran tentang data sehingga
tercapai pertalian yang logis diantara aneka data yang semula kacau.
· Memberikan
suatu skema atau rencana sementara mengenai medan yang semula belum dipetakan
sehingga terdapat suatu orientasi
· Menunjukkan
atau menyarankan arah-arah untuk penyelidikkan.
Oleh karena itu, kaidah ilmiah merupakan pernyataan yang bersifat prediktif
dan teori ilmiah juga berupa proposisi yang meramalkan fenomena kadang-kadang
timbul kekaburan dalam perbedaan antara kedua hal tersebut.
Tidak setiap cabang ilmu khusus telah berhasil merumuskan kaidah-kaidah
ilmiah dan teori-teori ilmiah untuk meramalkan maupun menerangkan aneka
fenomena yang seluas mungkin.
Teori merupakan tujuan dasar atau tujuan akhir
dari ilmu. Teori tidak bisa dijadikan cirri pokok bagi ilmu seumumnya. Cirri
pokok pertama bagi setiap cabang ilmu khusus haruslah sistematisasi pada
pengetahuan ilmiah yang bersangkutan. Sistematisasi mengandung arti bahwa
pengetahuan ilmiah itu harus disusun menjadi semacam system yang memiliki
bagian-bagian yang penting dan hubungan-hubungan yang bermakna. Cirri
sistematisasi harus dilengkapi dengan cirri-ciri pokok selanjutnya, yaitu
keumuman (generality), rasionalitas, obyektivitas, kemampuan diperiksa
kebenarannya (verifiability), dan kemampuan menjadii milik umum (communality).
Cirri generality (umum) menunjuk pada kualitas pengetahuan ilmiah untuk
merangkung fenomena yang senantiasa makin luas dengan penentuan konsep-konsep
yang paling umum dalam pembahasan sasarannya. Misalnya kalau ilmu politik akan
menjelaskan tentang partai politik , penjelasan yang memuaskan ialah apabila
pembahasan bisa beralih dari suatu partai politik tertentu dalam suatu negara
khusus sampai pada semua partai politik dalam negara itu, dan terus lebih umum
lagi sampai mencapai partai politik seumumnya disemua negara pada semua masa.
Ciri rasionalitas berarti bahwa ilmu sebagai pengetahuan ilmiah bersumber
pada pemikiran rasional yang mematuhi kaidah-kaidah logika (barber). Batu
penguji pengetahuan ilmiah ialah penalaran yang betul dan perbincangan yang
logis tanpa melibatkan factor-faktor non-rasional seperti emosi sesaat dan
kesukaan pribadi, dengan demikian ilmu juga memiliki sifat obyektifitas.
Ciri verifiabilitas berarti bahwa pengetahuan ilmiah harus dapat diperiksa
kebenarannya, diselidiki kembali, atau diuji ulang oleh setiap anggota lainnya
dari masyarakat ilmuwan.
Kalau ciri objectivity menekankan ilmu sebagai interpersonal knowledge
(pengetahuan yang bersifat antar-perseorangan), maka cirri pokok komunalitas
menitikberatkan ilmu sebagai pengetahuan yang menjadi milik umum. Ilmu bukanlah
hanya pengetahuan yang telah diterbitkan, melainkan pengetahuan tersebut
setelah diuji secara objektif oleh para ilmuwan akan diterima secara umum
menjadi kesepakatan pendapat rasional.[8
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Ilmu adalah rangkaian
aktivitas manusia yang rasional dan kognitif dengan berbagai metode berupa
aneka prosedur dan tata langkah sehingga menghasilkan kumpulan pengetahuan yang
sistematis mengenai gejala-gejala kealaman, memperoleh pemahaman, memberi
penjelasan, ataupun melakukan penerapan.
Dimensi ilmu mengacu
pada perwatakan yang sepatutnya di anggap termasuk dalam ilmu, peranan atau
pentingya ilmu dalam suatu kerangka tertentu, dan sifat atau ciri perluasan
yang dapat ditambahkan pada ilmu berdasarkan sesuatu pertimbangan. Apabila ilmu
dibahas dari sudut salah satu dimensi, maka merupakan suatu analisis dari sudut
tinjauan khusus yang bercorak eksternal. Untuk keperluan penelaahan terhadap
ilmu, sudaut tinjauan dari arah luar adalah suatu hampiran studi tertentu atau
suatu perspektif dalam analisis.
· Sistem
pengetahuan ilmiah mencakup lima kelompok unsur,sebagai berikut:
· Jenis-jenis
sasaran
· Bentuk-bentuk
pernyataan
· Ragam-ragam
proposisi
· Ciri-ciri
pokok
· Pembagian
sistematis
DAFTAR PUSTAKA
Gie, The Liang, Filsafat Ilmu,
· Muhadjir,
Noeng, 2011, Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Rake Sarosin.
· Suriasumantri,
Jujun.S, 2005, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta:
Sinar Harapan.
· Tafsir,
Ahmad, 2008, Filsafat Umum, Bandung: Remaja Rosdakarya.
[1] Jujun S. Suriasumantri. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer .
SH. Jakarta. 2005. Hal 293-296
[2] The Liang Gie. Filsafat Ilmu.
[3] The Liang Gie. Filsafat Ilmu.
[4] Noeng Muhadjir. Filsafat Ilmu. Rake Sarosin. Yogyakarta.
2011. Hal 17-19
[5] Ahmad Tafsir. Filsafat Umum. Remaja Rosdakarya. Bandung.
2008. Hal 89-93
[6] TheLiang Gie. Filsafat Ilmu.
[7] The Liang Gie. Filsafat Ilmu.
[8] The Liang Gie. Filsafat Ilmu.
Komentar
Posting Komentar