MAKALAH
HUKUM PERDATA
“ Hukum Perjanjian”
Disusun oleh :
Muhammad Hais Latif
Sekolah Tinggi
Ilmu Syariah Wahidiyah Kediri
Ahwal Al
Syakhsyah
Kata Pengantar
Segala puji syukur saya
panjatkan kepada ALLAH SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah HukumPerdata yang berjudul “HukumPerjanjian”
Shalawat dan salam
semoga tercurah kepada Nabi MUHAMMAD SAW, penulisan ini bertujuan untuk
memahami bagaimanamelakukanperjanjiansecara
hokum yang benar.
Merupakan suatu harapan
pula, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya untuk
penulis, kritik dan saran dari pembaca akan sangat perlu untuk memperbaiki
dalam penulisan makalah dan akan diterima dengan senang hati. Serta semoga
makalah ini tercatat menjadi motivasi bagi penulis untuk penulisan makalah yang
lebih baik dan bermanfaat. Aamiin.
Kediri, 30 September 2017
Penulis
DAFTAR ISI
HalamanJudul.................................................................................................................... i
Kata
Pengantar.................................................................................................................. ii
Daftar
Isi............................................................................................................................ iii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................................ 1
BAB
II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian PerikatandanPerjanjian............................................................................... 2
2.2 SumberSumberPerikatan.............................................................................................. 2
2.3 MacamPerjanjian.......................................................................................................... 3
2.4 SyaratSyahPerjanjian.................................................................................................... 3
2.5 AzasPerjanjian.............................................................................................................. 4
2.6 TeoriSaatPerjanjian....................................................................................................... 5
2.7 JenisPerjanjianTertentu................................................................................................. 5
BAB
III PENUTUP
3.1Kesimpulan..................................................................................................................... 9
3.2 Saran............................................................................................................................. 9
Daftar Pustaka................................................................................................................... 10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam perkembangan kehidupan bersama manusia
kesepakatan antar manusia dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang
dituangkan dalam bentuk perjanjian merupakan sumber hukum yang semakin penting.
Semakin banyak persoalan antar individu yang memerlukan peraturan yang hanya
mungkin dilakukan dengan perjanjian.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
Pengertian Perikatan dan Perjanjian?
2. Apa
saja sumber-sumber perikatan?
3. Apa
saja macam-macam perjanjian?
4. Apa
saja syarat sah perjanjian?
5. Apa
saja asas-asas hukum perjanjian?
6. Apa
saja teori tentang saat terjadinya perjanjian?
7. Apa
saja sebab-sebab penghapusan perikatan (berakhirnya perjanjian)?
C. TujuanPenulisan
Tujuan dari
penulisaan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok dalam mata kuliah Hukum Perdata. Selain itu, menambah ilmu pengetahuan kita dalam hal
Hukum Perjanjian dalam ranah hukum sehingga kita bisa tahu dan paham bagaimana prosedur cara menjalin hubungan
social dalam hal ikatan perjanjian baik barang maupun jasa dalam masyarakat.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisaan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan mahasiswa khususnya dalam ranah
hokum mengenai bagaimana prosedur dan teknis dalam perjanjian yang benar secara hokum.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Perikatan dan Perjanjian
A.
Perikatan
Dalam bidang hukum kekayaan,
misalnya perikatan jual beli, sewa menyewa, wakil tanpa kuasa (zaakwaarneming),
pembayaran tanpa utang, perbuatan melawan hukum yang merugikan orang lain.
Dalam bidang hukum keluarga,
misalnya perikatan karena perkawinan, karena lahirnya anak dan sebagainya.
Dalam bidang hukum waris, misalnya
perikatan untuk mawaris karena kematian pewaris, membayar hutang pewaris dan
sebagainya.
Dalam bidang hukum pribadi, misalnya
perikatan untuk mewakili badan hukum oleh pengurusnya, dan sebagainya.
B.
Perjanjian
Suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lainnya atau dimana
dua orang saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Perikatan merupakan
suatu yang sifatnya abstrak sedangkan perjanjian adalah suatu yang bersifat
kongkrit. Dikatakan demikian karena kita tidak dapat melihat dengan pancaindra
suatu perikatan sedangkan perjanjian dapat dilihat atau dibaca suatu bentuk perjanjian
ataupun didengar perkataan perkataannya yang berupa janji.
2.2 Sumber-Sumber Perikatan
Ada 2 macam
sumber perikatan yaitu:
1. Perjanjian
Pengertian perjanjian sebagaimana diatur dalam pasal
1313 KUH Perdata, bahwa perjanjian atau persetujuan adalah sutu peristiwa
dimana seseorang berjanji kepada orang lain atu dimana 2 orang saling berjanji
untuk melaksanakan sesuatu.
2. Undang-Undang
Menurut ketentuan pasal 1352 KUHP Perdata, bahwa
perikatan yang bersumber dari Undang-Undang timbul dari:
a) Undang-Undang karena pernyataan manusia (1353 KUH
Perdata)
1) Perbuatan menurut hukum
- Zaakwarneming (1354 KUH Perdata)
- Mengurus kepentingan orang lain (1354 KUH Perdata)
- Pembayaran tak terutang (1359 KUH Perdata)
- Perutangan alam/wajar (1788-1791 KUH Perdata)
b) Perbuatan melawan hukum atau
onrechtmatigedaad(1365-1380 KUH Perdata)
Dari
ketentuan pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai suatu
hasil yang
baik dalam melakukan gugatan berdasarkan perbuatan melawan hukum harus dipenuhi
unsur-unsur:
-
Perbuatan
yang melawan hukum
-
Harus ada
kesalahan
-
Harus ada
kerugian yang ditimbulkan
-
Adanya
hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian.
2.3
Macam-Macam Perjanjian
1.
Perjanjian Obligator
Yaitu perjanjian dimana mengharuskan atau mewajibkan
seseorang membayar atau menyerahkan sesuatu.
Ada 2 macam
perjanjian obligator:
a) Perjanjian sepihak dan perjanjian
timbal balik.
Perjanjian
sepihak adalah perjanjian yang hanya ada kewajiban dan hanya ada
hak pada pihak lain. Missal: perjanjian hibah, perjanjian pinjam
pakai.
Perjanjian
timbal balik adalah perjanjian dimana antara hak dan kewajiban ada pada kedua
pihak. Misalnya: perjanjian sewa menyewa, perjanjian jual beli, perjanjian
tukar menukar, dan lain sebagainya.
b) Perjanjian Konsensuil, Perjanjian
Riil, dan Perjanjian Formil.
Perjanjian
Konsensuil adalah perjanjian yang mengikat sejak adanya kesepakatan dari kedua
belah pihak. Misalnya: swa menyewa, jual beli.
Perjanjian
Riil adalah perjanjian yang mengikat jika disertai dengan perbuatan atau
tindakan nyata. Misalnya: perjanjian pinjam pakai.
Perjanjian
Formil adalah perjanjian yang terikat pada bentuk-bentuk tertentu, jadi
bentuknya harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Misalnya: untuk
pendirian PT harus dengan menggunakan akte notaris.
2.
Perjanjian Campuran
Adalah perjanjian yang mengandung berbagai unsur dari
berbagai perjanjian. Perjanjian ini tidak diatur dalm KUH Perdata maupun dalm
KUH Dagang. Misalnya: perjanjian sewa beli atau leasing yakni
gabungan sewa menyewa dengan jual beli.
3.
Perjanjian Non-Obligator
Yaitu perjanjian yang tidak mengharuskan seseorang
membayar atau menyerahkan sesuatu. Perjanjian Non-obligator ada beberapa macam
yaitu:
a. Perjanjian
yang menetapkan dipindahkannya suatu hak dari seseorang kepada orang lain.
b. Perjanjian
untuk membuktikan sesuatu
c. Perjanjian
dimana seseorang membebaskan pihak lain dari suatu kewajiban.
d. Perjanjian
untuk mengakhiri keraguan mengenai isi dan luas perhubungan antara kedua belah
pihak.
2.4 Syarat Sah Perjanjian
Berdasarkan ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, suatu perjanjian dinyatakan sah apabila telah memenuhi 4 (empat)
syarat komulatif. Keempat syarat untuk sahnya perjanjian tersebut antara lain :
1. Sepakat diantara mereka yang
mengikatkan diri. Artinya para pihak yang membuat.
Perjanjian
telah sepakat atau setuju mengenai hal-hal pokok atau materi yang
diperjanjikan. Dan kesepakatan itu dianggap tidak ada apabila diberikan karena
kekeliruan, kekhilafan, paksaan ataupun penipuan.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. Arti kata kecakapan
yang dimaksud dalam hal ini adalah bahwa para pihak telah dinyatakan dewasa
oleh hukum, yakni sesuai dengan ketentuan KUHPerdata, mereka yang telah berusia
21 tahun, sudah atau pernah menikah. Cakap juga berarti orang yang sudah
dewasa, sehat akal pikiran, dan tidak dilarang oleh suatu peraturan
perundang-undangan untuk melakukan suatu perbuatan tertentu. Dan orang-orang
yang dianggap tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum yaitu : orang-orang
yang belum dewasa, menurut Pasal 1330 KUHPerdata jo. Pasal 47 UU Nomor 1 tahun
1974 tentang Perkawinan; orang-orang yang ditaruh dibawah pengampuan,
menurut Pasal 1330 jo. Pasal 433 KUPerdata; serta orang-orang yang dilarang
oleh undang-undang untuk melakukan perbuatan hukum tertentu seperti orang yang
telah dinyatakan pailit oleh pengadilan.
3. Suatu Hal Tertentu. Artinya, dalam membuat perjanjian, apa yang
diperjanjikan harus jelas sehingga hak dan kewajiban para pihak bisa
ditetapkan.
4. Suatu Sebab Yang Halal. Artinya, suatu perjanjian harus
berdasarkan sebab yang halal yang tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal
1337 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu :
- Tidak bertentangan dengan ketertiban umum
- Tidak bertentangan dengan kesusilaan; dan
- Tidak bertentangan dengan undang-undang.
2.5 Asas-Asas
Hukum Perjanjian
Sebagian besar dari peraruran hukum mengenai
perjanjian bermuara dan mempunyai dasar pada asas-asas hukum. Asas-asas hukum
merupakan dasar atau pokok karena bersifat fundamental. Lebih lanjut, asas-asas
dikenal dalam hukum perjanjian klasik adalah:
1.
Asas Kebebasan Berkontrak (Contracts Vrijheid)
Yaitu asas ini memperbolehkan setiap masyarakat untuk
membuat perjanjian yang berisi apa pun asalkan tidak bertentangan dengan
ketertiban umum, kesusilaan dan undang-undang.
Boediono
(2009:44) menguraikan asas kebebasan berkontrak yang isinya memberikan
kebebasan kepada para pihak untuk:
a. Membuat atau tidak
membuat perjanjian.
b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun.
c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaa, dan
persyaratannya.
d. Menentukan bentuk perjanjian yaitu secara tertulis
atau lisan.
2. Asas Konsensualisme
Yaitu perjanjian terbentuk karena adanya perjumpaan
kehendak (konsensus) dari para pihak. Perjanjian pada dasarnya dapat dibuat
secara bebas tidak terikat bentuk tertentu dan perjanjian itu telah lahir pada
detik tercapainya kata sepakat dari para pihak. Dengan kata lain perjanjian itu
sudah sah apabila sudah sepakat mengenai hal-hal yang pokok dan tidaklah
diharuskan adanya suatu formalitas tertentu (Subekti, 1985:15)
Terdapat
pengecualian dalam asas konsensualisme yakni bahwa dalm perjanjian tertentu
oleh undang-undang ditetapkan adanya formalits tertentu.
3. Asas Pacta Sunt
Servanda
Asas pacta
sunt servanda dipatuhi sebagai sebuah prinsip yang menetapkan bahwa
semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya.
4. Asas
Kepribadian (Personalitas)
Asas kepribadian
disimpulkan dari pasal 1315 KUH Perdata yang berbunyi “Pada umumnya tiada
seorangpun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya
suatu janji, melainkan untuk dirinya sendiri”
Perikatan
hukum yang yang dilahirkan oleh suatu perjanjian harta mengikat orang-orang yang
membuat perjanjian itu dan tidak mengikat orang lain.
Dalam asas
kepribadian berlaku dua pengecualian sebagai berikut:
5. Asas Itikad
Baik
Itikad baik
memiliki dua arti yaitu:
a) Perjanjian yang dibuat harus memperhatikan norma-norma
kepatutan dan kesusilaan.
b) Perjanjian yang dibuat harus mencerminkan suasana
batin yang tidak menunjukkan adanya kesengajaan untuk merugikan pihak lain.
2.6 Teori
Tentang saat Terjadinya Perjanjian
Terjadinya perjanjian pada saat tercapainya
kesepakatan sebagai wujud persesuaian kehendak yang harus dinyatakan oleh para
pihak. Ada 4 teori yang membahas tentang tercapainya kesepakatan para pihak:
1. Teori
Pernyataan (Uitingstheorie)
Tercapai
pada saat pihak yang menerima penawaran menyatakan menerima.
2. Teori
Pengiriman (Verzendtheorie)
Kesepakatan
tercapai jika pihak yang menerima penawaran mengirimkan jawaban.
3. Teori
Pengetahuan
Kesepakatan
tercapai bila pihak yang menawarkan itu mengetahui adanya jawaban penerima
tawaran (acceptatie).
4. Teori
Penerimaan
Kesepakatan
tercapai jika pihak yang menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan.
Kesepakatan merupakan dasar terjadinya kontrak yang harus dinyatakan sebagai
pernyataan persesuaian kehendak. Namun, adakalanya ada ketidaksesuaian antara
yang dinyatakan dengan yang dikehendaki. Ada 3 teori yang membahas tentang
ketidaksesuaian antar pernyataan dan kehendak:
5. Teori
Kehendak (wilstheory)
Jika ada
ketidaksesuaian, maka apa yang dikehendaki yang harus dijadikan dasar
terjadinya kontrak.
6. Teori
Pernyataan
Jika ada
ketidaksesuaian, maka apa yang dinyatakan harus dijadikan dasar terjadinya
kontrak karena kehendak merupakan proses batiniah yang tidak diketahui orang
lain.
7. Teori
Kepercayaan (vertrouwenstheory)
Jika ada
ketidaksesuaian, maka hanta pernyataan yang menimbulkan kepercayaan saja yang
menjadi dasar timbulnya kontrak.
2.7 Jenis-Jenis Perjanjian Tertentu
A.
Perjanjian Jual Beli
1.
Pengertian
Jual beli adalah suatu persetujuan dimana pihak satu
mengikatkan dirinya Untuk menyerahkan suatu benda, dan pihak yang lain membayar
harga yang telah dijanjikan.
2. Kewajiban para pihak:
Penjual:
Menyerahkan
hak milik yang telah d perjual belikan.
Menanggung
kenikmatan tentram atas barang tersebut dan menanggung cacat-cacat yang
tersembunyi
Pembeli:
Membayar pada
waktu dan tempat sesuai perjanjian
Penangguhan
pembelian
Terdapat
gangguan berupa tuntutan hukum berdasarkan permintaan kembali barang oleh pihak
ke-3
Terdapat
alasan untuk menghawatirkanbahwa dia akan ditanggung atas penguasaannya,
kecuali diperjanjikan masing-masing pihak.
B. Perjanjian Sewa Menyewa
1. Pengertian
Perjanjian dimana pihak yang satu menyanggupi akan
menyerahkan suatu benda untuk dipakai dalam waktu tertentu dan pihak yang lain
membayar harga yang ditetapkan untuk pemakaian pada waktu yang telah
ditentukan
2. Kewajiban
Yang
menyewakan:
OMenyerahkan barang yang disewakan kepada si
penyewa
OMemelihara barang yang disewakan
OMemberikan si penyewa kenikmatan yang menentramkan terhadap
barang yang disewakan
Penyewa:
o Jika selama waktu sewa barang rusak
[ersetuuan sewa batal
oJika rusak sebagian, bisa memilih sesuai keadaan
kurangi harga sewa atau tambah waktu sewa
C. Pejanjian Tukar Menukar
1. Pengertian
Dimana kedua piha saling mengikatkan dirinya untuk
saling memberika suatu barang secara timbal balik, sebagai gantinya suuau
barang yang lain.
2. Objek
perjanjian
Masing masing pihak harus merupakan pemilik dari
barang yang dijanjikan untuk diserahkan dalam tukar menukar.
Jika pihak
satu menerima barang yang ditukarkan lalu membuktiakan bahwa pihak dua bukan
pemilik barang ini, maka tidak perlu memberikan barang yang sudah dijanjikan
hanya mengembalikan barang yang tadi ditukarkan.
Jika salah
satu pihak merusakan barang yag suda dijanjikan maka perjanjian penukaran
barang otomatis batal.
D. Sewa Guna Usaha (Leasing)
1. Pengertian
Dalam bahasa inggris leasing berarti menyewakan. Dan
dalam istilah lain leasing adalah sewa guna usaha. Yang artinya adalah kegiatan pembiayaan dengan menyediakan barang modal baik
dengan hak opsi (finance lease) maupun tanpa hak opsi (operating
lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha (lessee) selama
jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran
Fungsi
leasing adalah sebagai suatu sumber pembiyaan jangka menengah (1-5 tahun).
Leasing tidak memiliki undang – undang kusus yang mengatur. Tetapi memiliki
surat keputusan bersama menteri keuangan, perindustrian, dan perdagangan pada
tahun 1917.
4 pihak yang
terkait:
a. Lessor: Pihak
yang menyewakan, dapat terdiri dari beberapa perusahaan
b. Lesee: Pihak
Yang menikmati barang
c. Kreditur: Sebagai
debt holder dalam transaksi leassing
d. Suplier: Penjual
dan pemilik barang yang disewakan
E. Perjanjian Pinjam Meminjam
1. Pengertian
Adalah persetujuan dimana piahk yang satu memberikan
kepada piak yan lain suatu jumlah tertentu barang – barang yang habis karena
pemakaian, dengan syarat pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah
yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.
Unsur –
unsur penting:
a. Persetujuan
b. Pihak
satu memberikan kepada pihak lain suatu jumlah tertentu barang – barang
c. Sifat
tersebut habis karena pemakaian
d. Syarat
bahwa pihak yang lain tersebut akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam
dan keadaan yang sama pula
2. Kewajiban
Para Pihak
a) Kewajiban kreditur
Bahwa ia tidak dapat meminta kembali apa yang telah
dipinjamkan sebelum lewatnya waktu yang ditentukan dalam persetujuan. Jika
tidak ditetapkan waktu pengembalian, dalam gugatan akan ditentukan oleh hakim
b)
Kewajiban
debitur
Mengembalika barang dengan keadaan dan jumla yang
sama, dan pada waktu yang ditentukan. Jika tidak maka diwajibkan membayar
harganya.
2.8Sebab-Sebab Penghapusan Perikatan
KUH Perdata melalui pasal 1381 telah menetapkan
beberapa sebab yang mengakibatkan berakhirnya suatu perjanjian sebagai berikut:
a. Pembayaran
Adalah
pelunasan utang atau tindakan pemenuhan prestasi oleh debitur kepada kreditur.
b. Penawaran pembayaran tunai dengan penyimpanan
atau penitipan (konsinyasi).
c. Novasi (Pembaruan Utang)
Adalah
perjanjian antara kreditur dan debitur saat perikatan yang sudah ada dihapuskan
lalu dibuat sebuah perikatan baru.
d Perjumpaan
Utang (Kompensasi)
Adalah
penghapusan masing-masing utang yang sudah dapat ditagih secara timbal balik
antara debitur dan kreditur.
e. Percampuran
Utang.
Adalah percampuran kedudukan antara orang yang
berutang dengan kedudukan sebagai kreditur sehingga menjadi satu.
f. Pembebasan
Utang
Adalah pernyataan sepihak dari kreditur kepada debitur
bahwa debitur dibeabskan dari utang.
g. Musnahnya
barang yang terutang
Musnahnya barang yang terutang diartikan sebagai
perikatan hapus dengan musnahnya atau hilangnya barang tertentu yang menjadi
pokok prestasi yang diwajibkan kepada debitur untuk menyerahkannya kepada
kreditur.
h. Berlakunya
suatu syarat batal
Diartikan sebagai pembatalan perjanjian-perjanjianyang
dapat dimintakan sebagaimana yang sudah diuraikan sebelumnya pada syarat-syarat
sahnya perjanjian.
i. Berlakunya
suatu syarat batal
Diartikan sebagai syarat yang apabila dipenuhi akan
menghapuskan perjanjian dan membawa segala sesuatu pada keadaan semula yaitu
seolah-olah tidak ada perjanjian.
j. Lewat
waktu kadaluarsa
Dengan lewatnya waktu kadaluarsa, setiap perikatan
menjadi hapus karenanya. Yang tersisa adalah suatu perikatan bebas artinya
kalau dibayar boleh kalau pun tidak dibayar tidak dapat dituntut di depan
hakim.
BAB III
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Demikian makalah hukum perjanjian ini dibuat. Dapat
diambil kesimpulan bahwa dalam dalam hukum perjanjian tedapat syarat sah
perjanjian dimana apabila salah satu syarat tidak dipenuhi maka perjajian dianggap
tidak sah. Dan dalam melakukan segala kegiatan bisnis hendaknya menaati hukum
perjanjian agar tidak terjadi masalah yang akan timbul akibat pelanggaran hukum
perjanjian tersebut.
4.2 SARAN
Sebagai penulis kami meyarankan agar kita menjadi warga
negara yang baik dengan cara menaati hukum perjanjian yang telah dibuat dan
disepakati oleh kedua belah pihak.
DAFTAR
PUSTAKA
-
Subekti.1963. Pokok-Pokok
Hukum Perdata. Jakarta: Pembimbing Masa.
-
Subekti.1977. Aneka
Perjanjian. Bandung: Alumni.
-
Subekti dan
Tjitrosudibio. 1980. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta:
Pradnya Paramita
Komentar
Posting Komentar